Bregasnews.com - “ Pengembangan destinasi wisata merupakan salah satu cara untuk menjadikan lingkungan lebih maju, baik, dan berguna bagi semua kalangan. Berbagai bentuk produk pariwisata yang berpotensi untuk dikembangkan adalah pariwisata budaya (cultural tourism), ekowisata (ecotourism), pariwisata bahari (marine tourism), pariwisata petualangan (adventure tourism), pariwisata agro (agro tourism), pariwisata pedesaan (village tourism), gastronomy (culinary tourism), dan pariwisata spiritual (spiritual tourism) “, ujar Ketum DPP Prawita GENPPARI Dede Farhan Aulawi di Bandung, Minggu (2/3).
Hal tersebut ia sampaikan setelah dirinya bersama tim dari DPP Prawita GENPPARI memenuhi undangan dari Kepala Desa Banyuresmi, kecamatan Sukasari kabupaten Sumedang untuk berdiskusi mengenai rencana pengembangan desa wisata di wilayahnya. Menurutnya, UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
Konsep wisata bisa pula diaplikasikan untuk desa dan menjadi desa wisata. Daya tarik objek wisata di pedesaan sengaja dibuat dan dikembangkan oleh stakeholder supaya menjadi daya tarik kedatangan para wisatawan. Apalagi Indonesia memiliki beragam tradisi dan kebudayaan, juga kekayaan alam yang terbentang antara desa satu dengan desa yang lain memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Oleh karena itu, prinsip utama yang diterapkan oleh desa adalah bagaimana nilai-nilai luhur baik tradisi maupun kebudayaan yang melekat dan sudah menjadi karakter harus tetap terlindungi. Istilah saat ini, konsep yang dapat dikembangkan tersebut adalah konservasi lingkungan supaya habitat di dalamnya tidak punah (prinsip ekowisata).
Pada kesempatan tersebut, Dede juga menjelaskan rujukan dari The International Ecotourism Society (TIES) yang memaparkan bahwa ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah alami dalam rangka mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan penduduk lokal. Pola seperti ini terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Ada beberapa negara yang telah menerapkan strategi tersebut dengan tujuan utama menjaga lingkungan melalui aktivitas konservasi.
Model seperti ini sudah dilaksanakan oleh beberapa negara. Sebut saja Taman Nasional Northeast Greenland Denmark yang merupakan taman nasional terbesar di dunia dan dihuni oleh beruang kutub, walrus, rubah arktik, burung hantu salju dan lembu kesturi. Ada juga Kawasan Konservasi Laut Chagos di wilayah Samudera Hindia Inggris yang merupakan area cagar laut terbesar di dunia yang kaya akan keanekaragaman hayati dan dianggap sebagai salah satu ekosistem laut terkaya di dunia. Selanjutnya Kepulauan Kawasan Lindung Phoenix yang terletak di Republik Kiribati merupakan kawasan lindung cagar laut terbesar di Samudera Pasifik dan pertama di dalam air.
Di Negara Bagian Hawaii pun terdapat Monumen Laut Nasional Papahanaumokuakea. Ekowisata juga terdapat di Australia yakni Great Barrier Reef Marine Park yang berisi karang cluster terbesar di dunia dan merupakan rumah bagi beberapa jenis biota laut yang eksotis. Sementara di Ekuador terdapat Galapagos Marine Reserve merupakan cagar laut terbesar di negara berkembang dan terbesar kedua di dunia. Terdapat juga Great Limpopo Transfrontier Park di Mozambique Afrika Utara dan Zimbabwe dimana terdapat binatang-binatang Afrika yang dilindungi seperti gajah, jerapah, African Leopards, Cheetah, dan Hyenas.
“ Dalam konteks ini, maka dibutuhkan peran penduduk lokal dalam pembangunan berkelanjutan tersebut. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan cepat, namun memiliki kualitas yang rendah memperlambat tercapai kondisi yang ideal, sehingga kuantitas dan kualitas penduduk diharapkan sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan. Untuk itulah, Prawita GENPPARI sejak awal banyak melakukan edukasi publik agar terbuka wawasan dan persepsi yang sama dalam mengembangkan desa wisata di Indonesia. Inilah PR yang cukup berat karena Prawita GENPPARI bukan Pemerintah cq Dinas Pariwisata dimana ada pegawai yang digaji, ada anggaran, ada kendaraan dan dukungan bensin operasional, dan sebagainya. Semua dilakukan sukarela tanpa pamrih sehingga memang tidak bisa melakukan pembinaan secara berkelanjutan di satu titik saja “, pungkas Dede.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar