![]() |
Oleh khumayra zalfa cantika |
Bregasnews.com - Pasti kamu tidak asing lagi dengan penyedap satu ini yang seringkali ditambahkan pada makanan di Indonesia. Micin atau monosodium glutamate (MSG) merupakan bahan atau bumbu untuk menambahkan umami atau rasa gurih (https://www.alodokter.com).
MSG memiliki kandungan berupa natrium, asam amino dan glutamate yang berbentuk kristal putih mirip dengan garam maupun gula. MSG pertama kali diproduksi menggunakan ekstrak kaldu rumput laut melalui proses kristalisasi. Namun, seiring berjalannya waktu, MSG bisa terbuat oleh bahan baku lain, contohnya seperti pati jagung, gula bit, tebu atau molase. Biasanya MSG diproduksi dengan melakukan proses yang mirip dengan cara memproduksi anggur merah, tape dan yoghurt, yaitu dengan melakukan proses fermentasi.
MSG seringkali dianggap sebagai suatu komponen yang teramat penting ketika sedang memasak. MSG telah digunakan selama ratusan tahun lamanya dan sering ditambahkan pada makanan, seperti sup, keripik, olahan daging dan makanan lainnya. Hal tersebut disebabkan karena MSG dapat memperkuat rasa pada makanan, menambah total intensitas rasa pada makanan. Serta, kualitas rasa yang dibawa oleh MSG berbeda dengan 4 macam rasa dasar dan menambah kelezatan pada makanan.
Namun, selain kelebihan - kelebihan yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya. MSG memiliki dampak negatif yang sering dikaitkan dengan penyebab berbagai penyakit, seperti kanker, serangan jantung dan sebagainya. Padahal selama ini kebanyakan efek samping yang dilaporkan setelah mengonsumsi makanan yang mengandung MSG terjadi pada sistem saraf otak. MSG secara tidak langsung bisa membuat seseorang mengalami penurunan fungsi kognitif otak. Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian berdasarkan buku ‘Review Monosodium Glutamat. How to Understand It Properly’, Dr. John Olney, psikiatris dari Universitas Washington telah mengadakan banyak penelitian pada hewan pengerat dengan cara menyuntikkan atau memasukkan MSG secara paksa untuk membuktikan apakah MSG dapat menyebabkan neurotoksisitas pada hewan coba ini.
Dalam salah satu penelitiannya, Olney menggunakan bayi tikus yang baru lahir dan memberikan MSG secara oral dengan dosis seberat 3 gr/kg berat badan hewan coba. Selain itu, MSG juga disuntikkan sebesar 2,7 gr/kg berat badan pada monyet. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa MSG menimbulkan kerusakan otak. Olney juga melaporkan bahwa MSG merupakan pemicu untuk terjadinya obesitas, gangguan neuroendokrin, gangguan perilaku dan kerusakan otak pada janin tikus dari induk yang mengkonsumsi MSG saat hamil.
Faktanya, anggapan seperti itu cukup bertentangan dengan penelitian terbaru. Efek samping di atas diperkirakan hanya dialami oleh kurang dari 1% populasi, yaitu mereka yang sensitif terhadap MSG. Studi menunjukkan bahwa orang yang tidak sensitif terhadap MSG dapat mengalami efek samping jika mengonsumsi 3 gram MSG sekaligus tanpa makanan. Namun, hal ini tidak wajar dan tidak mungkin terjadi pada situasi sehari-hari.
Selain itu, menurut Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA), Monosodium Glutamate tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan karena memiliki acceptable daily intake (ADI) not specified (tidak dinyatakan). ADI not specified adalah istilah yang digunakan untuk bahan tambahan pangan yang mempunyai toksisitas yang sangat rendah, berdasarkan data (kimia, biokimia, toksikologi, dan data lainnya), jumlah asupan bahan tambahan pangan tersebut jika digunakan dalam takaran yang diperlukan untuk mencapai efek yang diinginkan serta pertimbangan lain. FDA juga menyatakan bahwa monosodium glutamat termasuk senyawa yang aman (GRAS atau Generally Recognize As Safe). MSG telah digolongkan sebagai bahan tambahan makanan yang aman seperti garam, cuka dan baking powder. Bahkan, bayi mengonsumsi MSG alami yang terkandung dalam ASI ibu, yang kandungan MSG nya terdapat 10 kali lipat lebih banyak daripada susu sapi.
Jadi, MSG tetap aman dikonsumsi apabila kita tidak mengonsumsi dengan berlebihan sesuai dengan aturan konsumsi harian MSG masyarakat Indonesia yang diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM menyatakan bahwa batas aman penggunaan MSG adalah 4-6 gram per hari per orang. Selain itu, World Health Organization (WHO) menetapkan regulasi bahwa asupan harian MSG yang dapat diterima oleh tubuh manusia adalah 0-120 mg/kgBB. Jadi, tidak ada salahnya jika kita mengurangi konsumsi makanan yang mengandung MSG agar terhindar dari resiko terkena penyakit. Cara yang bisa kita terapkan untuk mengurangi konsumsi MSG adalah menggunakan bumbu penyedap alternatif seperti garam, jamur, rumput laut serta rebon.
Berdasarkan data di atas, diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca supaya lebih bijak dalam menentukan asupan makanannya. Dengan begitu kesadaran untuk memakai bahan makanan yang lebih sehat menjadi prioritas karena mengingat efek yang ditimbulkan oleh MSG terhadap tubuh manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar