Bregasnews.com - “ Perang antara Rusia dengan Ukraina, dan Palestina dengan Israel sampai saat ini masih terus berlangsung. Sementara ini belum terlihat adanya tanda – tanda untuk selesai, terlepas siapa yang tampil sebagai pemenang perangnya. Meskipun kita semua juga tahu bahwa perang tersebut sejatinya bukan hanya melibatkan diantara pasukan mereka semata, melainkan banyak pihak lain yang terlibat, baik langsung ataupun tidak. Baik actor negara maupun actor non negara, ditambah lagi maraknya ‘Tentara Bayaran’ dari beberapa negara. Dari kedua perang yang terjadi tersebut, setidaknya kita bisa melihat dari 2 perspektif yaitu mirisnya rasa kemanusiaan apalagi yang menjadi korban rakyat sipil, orang tua, wanita dan anak – anak, bahkan bayi. Kedua, bagaimana perlombaan dan kecanggihan alutsista dipertontonkan secara kasat mata sebagai sarana promosi dalam penjualan senjata “, ujar Pemerhati Hankam Dede Farhan Aulawi di Bandung, Selasa (6/2).
Menurutnya, dalam konteks global saat ini ancaman terhadap kedaulatan negara telah berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi sebagaimana dipertontonkan dalam aneka peperangan yang terjadi saat ini. Teknologi pertahanan selalu dianggap mewakili kekinian karena senantiasa didorong oleh kemampuan penangkalan untuk dapat menjawab tuntutan dan merespon ancaman yang selalu berubah. Oleh karena itu, produk pertahanan selalu menjadi state of the art. Suatu negara yang memiliki industri pertahanan yang mapan dianggap memiliki sebuah keuntungan strategis dalam tatanan global. Kondisi ini membuat Indonesia memerlukan sistem dan alutsista pendukung pertahanan yang dapat menghadapi berbagai potensi ancaman yang akan muncul.
Perlu diketahui juga bahwa perkembangan teknologi telah membawa konsekuensi terhadap dunia militer dan pertahanan sebuah negara. Hal ini tidak terlepas dari adopsi berbagai teknologi dan penemuan baru dalam bidang militer yang bertujuan untuk memperkuat sistem pertahanan negara. Kondisi ini membuat seluruh negara berupaya untuk memperbaharui sistem pertahanan mereka untuk menghadapi ancaman yang terkait dengan perkembangan teknologi itu sendiri. Bagi Indonesia, ini merupakan sebuah tantangan sekaligus peluang bagi sistem pertahanan yang saat ini dimiliki. Apalagi kondisi alutsista yang dimiliki belum ideal untuk dapat mengamankan seluruh wilayah kedaulatan NKRI.
Disisi yang lain, perkembangan teknologi pertahanan dalam tataran global dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas alutsista. Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan industry pertahanan dalam negeri dan melakukan transfer teknologi. Transfer teknologi dapat diwujudkan seiring dengan terjalinnya berbagai kerjasama pertahanan antara Indonesia dengan beberapa negara maju yang memiliki teknologi pertahanan yang lebih maju.
Selanjutnya Dede juga menambahkan bahwa jika dilihat dari aspek historis, teknologi dan industri pertahanan berkembang dengan sangat pesat pada masa Perang Dingin. Kondisi ini terkait dengan terjadinya perlombaan senjata diantara dua negara adidaya pada masa itu. Seiring dengan berakhirnya Perang Dingin, beberapa pihak berasumsi bahwa perlombaan senjata akan berhenti dan teknologi serta industri pertahanan tidak akan berkembang sepesat seperti masa Perang Dingin. Namun, hal tersebut ternyata keliru sebab perlombaan senjata ternya terus berlangsung. Bahkan teknologi dan industri pertahanan semakin berkembang pasca Perang Dingin terkait dengan semakin kompetitifnya pasar yang membuat industri-industri pertahanan berusaha untuk mendapatkan konsumen bagi produk mereka. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari dua hal. Pertama, liberalisasi yang dilakukan terhadap industri pertahanan, khususnya di negara-negara Barat. Kedua, munculnya perubahan besar dalam ruang lingkup peperangan yang membawa pengaplikasian dari penemuan teknologi yang dikombinasikan dengan perubahan secara mendasar dalam doktrin, operasional dan konsep organisasi militer.
Kemudian Dede juga menambahkan bahwa perubahan di atas secara umum dikenal dengan Revolution in Military Affairs (RMA). Oleh karena itu, negara-negara besar berupaya untuk mengembangkan persenjataan sebagai produk industri pertahanan mereka dengan mengedepankan aplikasi teknologi canggih. Berbagai teknologi canggih diaplikasikan untuk memenuhi tuntutan konsumen yang menginginkan persenjataan yang dapat mengatasi munculnya ancaman-ancaman baru terhadap negaramasing - masing. Saat ini, teknologi persenjataan dengan kemampuan siluman (stealth) dan persenjataan tanpa awak seperti Unmaned Aerial Vehicle (UAV) menjadi produk-produk andalan industry pertahanan negara-negara maju.
Sepanjang sejarah, manusia telah menyaksikan betapa perkembangan teknologi dan industri pertahanan telah membawa perubahan dalam jalannya peperangan. Perubahan tersebut membuat munculnya karakteristik perang menjadi terbagi ke dalam first generation, second generation, third generation, fourth generation dan fifth generation war. Saat ini umat manusia sedang berada dalam transisi dari fourth generation war menuju fifth generation war. Karakteristik dari transisi menuju perang generasi kelima ini melibatkan penggunaan teknologi persenjataan yang super canggih.
Perang yang didukung oleh kecanggihan persenjataan yang dimiliki tidak menjadikan pengusaan wilayah musuh sebagai sebuah tujuan atau kemenangan. Perang lebih berfokus kepada dampak psikologis terhadap pihak lawan, baik pemerintah maupun rakyatnya. Oleh karena itu, mobilisasi pasukan secara besar-besaran tidak lagi menjadi strategi utama. Perang dewasa ini lebih menekankan pada sekelompok kecil pasukan (pasukan khusus) dengan kemampuan yang setara dengan pasukan dalam jumlah besar.
“ Selain itu, peperangan juga dilakukan pada ranah dunia maya (cyberspace), dengan tetap akan berdampak fisik, khususnya terhadap sarana dan prasarana musuh. Kondisi ini yang kemudian membuat sebuah negara perlu untuk mempersiapkan sistem dan alutsista serta kesiapan personil dalam menghadapi transformasi karakteristik perang tersebut. Indonesia, sebagai bagian dari sistem internasional, perlu untuk merespon perkembangan teknologi pertahanan global. Terlebih, dalam era globalisasi saat ini ancaman yang muncul terhadap keamanan dan pertahanan negara tidak lagi mengenal batas ruang dan waktu. Lingkungan strategis baik dalam tataran global maupun regional saat ini telah mengadopsi berbagai teknologi terbaru bagi kepentingan militer yang ditujukan untuk mempertahankan diri dan kepentingan nasional dari berbagai ancaman yang muncul “, pungkas Dede.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar