Bregasnews.com - " Permasalahan atau perselisihan dalam kehidupan bisa terjadi dalam berbagai skala, baik skala kecil, sedang atau besar. Terkadang bisa menimbulkan gesekan, sengketa di pengadilan atau bahkan peperangan, mulai dari skala perang antar kampung atau sampai skala perang antar negara. Persoalannya adalah bagaimana cara penanganannya, baik penanganan yang bersifat pencegahan atau penanganan penyelesaian jika sudah sampai pada peperangan. Semua tentu berharap adanya solusi damai agar tatanan peradaban manusia tetap bisa dipertahankan dalam kondisi aman dan tenteram. Dalam kondisi ini pintu dialog harus selalu dibuka untuk saling bicara dan saling mendengarkan agar satu sama lain bisa saling memahami posisinya ", ujar Pemerhati Internasional Dede Farhan Aulawi di Bandung, Jum'at (22/4).
Hal itu ia sampaikan ketika dimintai tanggapan terkait peristiwa walkout-nya Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Kanada dari pertemuan G20 para menteri keuangan negara anggota. Dimana saat itu
Menteri Keuangan AS Janet Yellen memulai langkah tersebut. Kemudian diikuti rekannya dari Inggris dan Kanada, lalu para pemimpin keuangan global lainnya. Hal tersebut mereka lakukan saat delegasi Rusia berbicara pada pertemuan di Washington itu. Mereka beranggapan bahwa tindakannya tersebut dilakukan sebagai bentuk protes atas serangan Rusia ke Ukraina yang masih berlangsung sampai saat ini.
Dalam perspektif diplomasi internasional, boleh jadi tindakan tersebut mengundang perdebatan. Di satu sisi mereka beranggapan sebagai respon sekaligus tekanan internasional atas serangan Rusia agar Rusia segera menghentikan peperangan. Persoalannya apakah benar dengan aksi walkout itu kemudian Rusia menghentikan serangan?
Oleh karena itu, tidak sedikit juga orang yang menyayangkan aksi walkout tersebut. Jika AS dan NATO mendorong Rusia ke meja perundingan, mengapa saat ada kesempatan berunding justru ditinggalkan. Meskipun semua tentu mengetahui bahwa forum G20 bukanlah forum politik melainkan forum ekonomi, dan yang hadir pada kesempatan tersebut para menteri keuangan dan ekonomi.
Namun demikian ketika berusaha dalam mencari solusi damai terhadap sebuah permasalahan, bukankah tidak boleh lelah dan berputus asa untuk terus berusaha. Segala pintu yang memungkinkan terjadinya pintu dialog harus terus dan terus dilakukan. Satu sama lain harus saling menghormati.
Indonesia sebagai Presidensi G20 saat ini pada dasarnya tidak ingin mencampuradukkan masalah ekonomi dan politik. Meskipun tentu akan terus aktif mendorong dalam menciptakan perdamaian dunia sesuai dengan amanah konstitusi. Tetapi tentu forum yang digunakan haruslah tepat dan sesuai peruntukannya. Menggunakan forum G20 sebagai forum politik tentu kurang tepat.
Hal ini tentu juga akan menjadi penentu keberhasilan KTT G20 yang rencananya akan dilaksanakan pada bulan November 2022 di Bali. Sebagaimana diketahui bahwa seluruh negara anggota G20 seperti Amerika Serikat (AS), Afrika Selatan (Afsel), Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, China, Turki, Uni Eropa akan diundang dalam KTT tersebut. Namun ada beberapa nada keberatan dari beberapa negara anggota dan menekan Indonesia agar tidak mengundang Rusia, bahkan ada permintaan untuk mengeluarkan Rusia dari forum G20.
Tentu tidak semua negara memiliki sikap yang sama, misalnya China dan Brasil. Itulah sebabnya sebagian orang berpendapat bahwa aksi walkout akan menjadi blunder diplomasi internasional. Semua perlu memahami akar persoalan kenapa peperangan bisa terjadi, agar bisa saling menghormati dan menghargai. Para diplomat internasional harus bersikap profesional dan terus memanfaatkan setiap peluang untuk mendapatkan solusi damai.
" Kita semua tentu berharap peperangan segera selesai dan semua mengedepankan pintu dialog. Duduk bersama untuk berunding dan mencari solusi damai itu jangan pernah lelah. Indonesia adalah negara yang cinta damai dan selalu mendorong perdamaian dunia ", pungkas Dede.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar