Bregasnews.com - " Jauh sebelum lahirnya konsep "Community Based Tourism Development" di luar negeri, Indonesia sudah memiliki standar budaya gotong royong sejak dahulu kala. Jadi saat dunia akademik mengenalkan konsep tersebut, bagi Indonesia bukanlah hal yang baru. Meskipun memang harus diakui bahwa budaya gotong royong di beberapa daerah sudah hampir hilang. Jika tidak jelas nilai "rupiahnya" tidak sedikit orang yang mau bekerja. Istilahnya mencari orang yang bekerja secara ikhlas tanpa pamrih semakin langka ", ujar Ketum DPP PRAWITA GENPPARI Dede Farhan Aulawi di Bandung, Sabtu (22/1).
Hal tersebut ia ungkapkan dalam obrolan ringan di kediamannya yang sangat sederhana di kawasan Mega Asri, Cicendo Bandung. Mungkin banyak orang yang tidak mengira sosok yang sangat rendah hati dan sederhana ini adalah mantan pejabat negara yang kaya dengan khazanah keilmuan, serta aktif dalam berbagai kegiatan sosial lainnya. Saat pergi kemana-mana ia lebih senang menggunakan motor tuanya, dengan alasan lebih praktis dan tidak terjebak kemacetan. Oleh karenanya, potret dan praktek kesederhanaan hidupnya sering menjadi sumber inspirasi dan keteladanan bagi temen-temennya.
Kemudian ia juga mencontohkan bagaimana DPD PRAWITA GENPPARI kabupaten Tasikmalaya terus berkarya dari satu desa ke desa lainnya dengan penuh dedikasi, meskipun tanpa menerima gaji atau bantuan operasional dari pemerintah daerah. Namun demikian, Alhamdulillah telah berhasil melahirkan puluhan desa wisata yang mandiri dan tidak membebani keuangan pemerintah, ataupun mengedarkan proposal nyari - nyari investor. PRAWITA GENPPARI telah mengilhami kelahiran organisasi masyarakat yang mandiri penuh harga diri. Pantang baginya untuk mengemis - ngemis bantuan. Meskipun kalau ada yang mau membantu tentu tidak menolak, tetapi tidak untuk mengiba minta belas kasih agar mendapat uluran tangan.
PRAWITA GENPPARI memiliki pakem pembinaan desa wisata sendiri, yang dimulai dengan menyamakan persepsi seluruh aparatur desa dengan para tokoh masyarakatnya. Model ini dikemas dalam format Saresehan Wisata. Tidak cukup hanya dengan saresehan, tetapi juga langsung melakukan pendampingan dan konsultasi pengembangan wisata desa. Metode ini dianggap jauh lebih efektif dibandingkan dengan para konsultan pariwisata yang dibayar pemerintah dan hanya datang sebulan sekali.
Kemudian dirinya juga sangat mengapresiasi pak Ivan kades Bojongsari kecamatan Culamega kabupaten Tasikmalaya yang begitu bersemangat dalam menggerakkan masyarakat untuk memajukan pariwisata di desanya. Bergerak bersama dengan pengurus DPD PRAWITA GENPPARI kabupaten Tasikmalaya yang diketuai kang Rizal terus aktif di tengah masyarakat dan terjun langsung memberdayakan masyarakat guna mendukung percepatan program pemulihan ekonomi masyarakat. Menurutnya, sosok kepala desa seperti inilah yang diperlukan oleh negeri ini. Mau berjuang bersama dengan penuh kreativitas, dan gemar menerima berbagai masukan yang konstruktif untuk membangun desa yang menjadi penanggungjawab di wilayahnya.
" Desa Bojongsari bisa menjadi pilot projects, alias model pengembangan desa wisata di Indonesia. Para kepala desa di seluruh tanah air bisa melakukan studi banding ke desa ini agar memiliki gambaran yang utuh dalam penerapan Community Based Tourism Development atau pembangunan desa wisata berbasis gotong royong masyarakat setempat. Apalagi kadesnya juga sangat terbuka dan ramah dalam menerima setiap tamu yang datang. Silahkan jangan segan ataupun sungkan untuk berkunjung ke desa Bojongsari ", pungkas Dede mengakhiri pembicaraan sambil menikmati hangatnya kopi tepat di bawah rembulan. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar