Oleh : Dede Farhan Aulawi (Strategic Studies Consultant)
Bregasnews.com - Situasi dunia saat ini mungkin bisa dikatakan sejak tidak baik – baik saja. Di tengah pandemi covid 19 yang sedang melanda hampir seluruh kawasan negara di dunia, beberapa titik juga mengalami situasi yang tidak menyejukan dimana psikologi peperangan semakin tampak dipertontonkan. Jutaan orang meninggal dunia akibat wabah yang tidak kunjung usai ini, ditambah lagi syahwat peperangan semakin terang benderang diperlihatkan. Padahal di saat yang sama, situasi pangan dunia juga mengalami krisis di beberapa wilayah, yang tentu menambah beban dunia untuk memenuhi kebutuhan manusia akan hidup yang layak, aman, damai, tenteram dan sejahtera sebagaimana diharapkan oleh seluruh umat manusia.
Fenomena di atas tentu menjadi hantaman gelombang permasalahan dalam tatanan dunia yang damai. Terlebih ada 3 titik di Asia yaitu Timur Tengah, Kashmir, dan Asia Timur yang saat ini situasinya kurang kondusif, sehingga sebagian pakar dan media memprediksi bisa timbul perang dunia ke 3. Pasang surut pertempuran antara Palestina dan Israel yang tak kunjung usai, suatu saat akan memancing kemarahan para pendukung dari negara lainnya yang bisa menimbulkan ketegangan hubungan antar negara di seluruh dunia.
Di saat yang bersamaan antara Iran dan Israel plus Amerika Serikat (AS) di kawasan Teluk Persia juga tidak pernah bisa diselesaikan dengan tuntas. Perang urat syaraf dan narasi – narasi saling sindir acap kali tersirat dan tersurat muncul ke permukaan. Bahkan retorika – retorika kebencian dan perlawanan seringkali menggema di tengah gemuruh heroisme massa, maupun di dinding – dinding yang senantiasa tertutup rapat dalam menyusun strategi, diplomasi dan politik pertahanan. Meski kata kuncinya sering dibungkus oleh “sifat kerahasiaan”, tapi faktanya rembes dan terendus oleh masing – masing pihak yang sering berlawanan. Intelijen dilawan dengan kontra intelijen, spionase dilawan dengan kontra spionase. Begitupun dengan peningkatan ketegangan yang terjadi di Yaman dan Afghanistan. Dalam konteks ini, Turki pun nampaknya tidak akan tinggal diam lagi saat kejahatan kemanusiaan dan ketidakadilan semakin dipertontonkan.
Belum lagi masalah Kashmir di kawasan Asia Selatan yang diperebutkan oleh India, Pakistan, dan China, nampaknya hanya untuk jeda sesaat dan menunggu momentum yang tepat untuk menjustifikasi sebuah alasan timbulnya peperangan. Padahal sebagaimana diketahui bahwa ketiga negara tersebut termasuk produsen senjata nuklir yang terus aktif dalam menambah jumlah dan kemampuan daya hancurnya.
Kemudian juga masalah kedaulatan Taiwan dan Laut Natuna Utara di kawasan Asia Timur atau Asia Pasifik. Di satu sisi China menekan Taiwan untuk tetap tunduk dan mengakui bahwa negaranya masih bagian dari wilayah China. Padahal Taiwan sendiri dorongan kuatnya ingin merdeka dan berdiri sendiri sebagai negara yang berdaulat. Di saat yang bersamaan, AS terus mendukung kemerdekaan Taiwan yang tentu menimbulkan kemarahan China. Bentuk konkrit dari dukungan tersebut, AS mengirimkan armada lautnya ke kawasan tersebut. Masih di sekitar kawasan ini, AS pun masih bersitegang dengan Korea Utara sehingga kadang sesekali terdengar nada saling ancam untuk saling serang dengan kekuatan yang dimiliki oleh masing – masing negaranya.
Situasi di atas tentu saja akan berdampak pada perkembangan situasi keamanan nasional, regional maupun internasional. Indonesia tentu tidak bisa hanya sekedar menjadi penonton, karena besar atau kecil situasi yang memanas tersebut akan berdampak bagi kepentingan nasional Indonesia. Oleh karenanya dipandang perlu untuk terus menata konsep pertahanan yang responsive dan adabtable. Tujuannya adalah agar terselenggara substasi sasaran strategis yang mencakup sasaran di bidang penangkalan, sasaran dalam menangani agresi militer, agresi bukan militer , sasaran bidang ancaman nirmiliter dan sasaran mewujudkan perdamaian dunia.
Dalam Doktrin TNI Tri Dharma Eka Karma (Tridek), strategi pertahanan negara adalah mencegah, menangkal dan mengatasi ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara dalam berbagai bentuk dan perwujudannya dengan (1) Mengembangkan kemampuan TNI sebagai komponen utama dalam wujud bala siap dan bala cadangan sehingga memiliki kesiapsiagaan dan ketanggapsegeraan yang tinggi, lalu (2) Membangun kemampuan rakyat dalam usaha pembelaan negara sehingga memiliki kesemestaan dan keserbagunaan yang tinggi dan produktif serta mampu melaksanakan perlawanan rakyat secara berlanjut.
Dalam konteks ini, pertahanan negara tidak hanya dengan cara-cara militer saja, melainkan diselenggarakan juga dengan melakukan kerja sama internasional dan pembangunan kekuatan pertahanan. Berbicara aspek tersebut semakin menyiratkan pentingnya kemampuan dalam melaksanakan politik dan diplomasi pertahanan. Baik secara internal dalam negeri, maupun kerjasama internasional. Di dalam negeri harus mampu memainkan peran untuk meyakinkan lembaga politik agar mendukung kebutuhan anggaran dalam pembangunan kekuatan militer, karena bagaimana hebatnya pun konsep dan desain pertahanan, jika secara politik tidak didukung oleh parlemen maka pembangunan kekuatan pertahanan akan terhambat. Disinilah peran poliitik dan diplomasi pertahanan akan memainkan peran dengan cantik dalam upaya meyakinkan kekuatan politik agar mendukung rencana dan strategi pertahanan demi kepentingan nasional.
Begitupun dengan kelincahan dan kepiawaian dalam memainkan instrumen kerjasama internasional. Disamping soal dukungan anggaran dari parlemen, juga dibutuhkan keahlian dalam meyakinkan masyarakat dunia mengenai peran diplomasi dan gerilya politik pertahanan yang masif. Semuanya tentu harus memiliki orientasi dan persepsi yang sama, yaitu untuk kepentingan bangsa dan negara. Lihat saja rencana kehadiran 4 kapal perang India yang mencakup kapal perusak peluru kendali, fregat peluru kendali, korvet anti-kapal selam dan korvet peluru kendali ke Laut China Selatan (LCS). Meskipun dibungkus dengan tema “latihan perang” dengan Amerika Serikat, Jepang, dan Australia, dan juga alasan kepentingan maritim bersama serta komitmen terhadap Kebebasan Navigasi di laut, tetapi dari perspektif strategi tentu memiliki kepentingan politik pertahanan negaranya. Sebagaima diketahui bahwa India dan China juga memiliki ketegangan di daerah perbatasan Garis Kontrol Aktual (Line of Actual Control/LAC) atau perbatasan kedua negara di Lembah Galwan, daerah Aksai-Chin-Ladakh sekitar pegunungan Himalaya.
Situasi di kawasan Laut Cina Selatan akhir – akhir ini memang dirasakan semakin memanas. Dimana sebelum kedatangan kapal peran dari India, armada penyerang kapal induk Inggris dan armada kapal perang Amerika Serikat telah datang terlebih dahulu. Di kawasan LCS, China mengklaim bahwa hampir seluruh LCS merupakan wilayah kedaulatannya, sehingga China berani membangun pulau reklamasi menjadi pangkalan militer lengkap dengan radar, rudal serta landasan pacunya. Oleh karenanya kehadiran kapal – kapal asing di kawasan tersebut tentu membuat pemerintah China menjadi geram.
Di tengah terjadinya ketegangan kawasan, menarik untuk menyimak ucapan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Nikolai Platonovich Patrushev yang memperingatkan semua umat manusia terhadap kemungkinan adanya serangan patogen alias mikroorganisme parasit (senjata biologis) berbahaya yang akan mengacaukan dunia untuk keuntungan politik dan militer. Meskipun dalam ucapanya tersebut, ia tidak mengatakan secara spesifik negara yang dimaksud. Sebagian analis menduga bahwa negara yang dimaksud adalah AS.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian meminta AS agar mempublikasikan dan memeriksa data kasus awal yang pernah menyerang Virginia, lalu wabah bernama EVALI yang menyerang Wisconsin dan wabah pneumonia yang menyerang dua asrama pensiunan tentara yang berada di dekat pangkalan militer Fort Detrick pada Juli 2019, serta wabah penyakit paru-paru terkait vaping yang berlipat ganda di Maryland pada September 2019. Untuk itu, China menantang AS agar mendatangkan ahli dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk menyelidiki pangkalan militer Fort Detrick dan juga memeriksa lebih dari 200 laboratorium Amerika di luar negeri. Menurutnya, Fort Detrick merupakan pusat Komando Medis Militer Amerika (United States Army Medical Command) yang terletak di Frederick, Maryland.
Saling serang narasi di berbagai media, pada dasarnya merupakan praktik strategi pertahanan yang saat ini gencar dilakukan oleh berbagai kekuatan, baik untuk kepentingan negaranya, aliansinya, ataupun kepentingan yang saling menguatkan lainnya. Penjabaran dari strategi pertahanan ini dituangkan dalam berbagai format dan gaya serangan yang bervariasi, termasuk gerilya politik pertahanan untuk membentuk opini masyarakat dunia, tentang “siapa” dan “mau berpihak” pada siapa. Framework strategi semacam ini bisa menginspirasi banyak negara lainnya, baik dalam penyusunan rencana pembangunan kekuatan, desain dan format strategi, serta taktik operasional pertahanan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar