Oleh : Farhan Aulawi
Seringkali kita mendengar istilah, “dari sudut pandang ilmu ....” atau “menurut sudut pandang ahli ....” dan seterusnya, untuk menyampaikan sebuah pandangan atau pendapat dari suatu fenomena menurut suatu sudut pandang tertentu. Faktanya berbagai fenomena sebenarnya tidak bisa dipandang dari satu sudut disiplin ilmu saja karena sesungguhnya satu disiplin ilmu dengan ilmu lainnya itu saling terkait. Oleh karenanya ada baiknya kita mulai mengenal suatu sudut pangdang yang multi dimensi dan lintas sektoral sehingga sudut pandang tersebut menjadi lebih komprehensif alias tak bersudut atau mungkin semacam “Ball Vision”.
Hal ini cukup menggelitik setelah membaca tulisan sahabat DR. Tauhid yang telah menyampaikan ide dan gagasannya terkait hal tersebut. Dimana beliau menyampaikan bahwa Ball Vision adalah sebuah konsep tentang cara pandang tak bersudut, yang tak menghakimi dan diharapkan mampu mengakomodir semua sudut pandang yang ada. Sebuah cara pandang yang mengibaratkan bahwa segenap semesta peristiwa adalah sebuah bola kaca transparan yang dapat diamati, dan dicermati oleh segenap panca inderawi.
Ball Vision pada hakikatnya adalah cara pandang dari dimensi kelima yang melihat ruang dan waktu dimensi ketiga dan keempat adalah satu kesatuan yang terintegrasi serta dapat diamati secara utuh, lengkap dengan semua interaksi di dalamnya. Sederhananya kita melihat sebuah bola dengan semua gaya yang tergabung di dalam Grand Unified Theory bekerja di dalamnya. Berikut semua percabangan quantum yang menghadirkan kondisi super posisi dan super simetri.
Implikasi logis dari konsep Ball Vision atau BV ini adalah lahirnya cara pandang baru terhadap konsep kesemestaan. Di mana makro dan mikro kosmos sebagai sebuah keniscayaan dapat menyatu dalam sebuah persepsi terintegrasi yang bahkan dapat merangkum ruang dan waktu. Konstruksi nasib dan takdir yang algoritmanya dapat dibaca dan dipelajari, sebagaimana Nabi Chidir melakukannya selama perjalanan bersama Nabi Musa.
Saat kita dan waktu bersatu kita memasuki kawasan 4 dimensi. Karena waktu bisa diartikan sebagai gerak. Sedang dimensi yang 3 (volume) itu ajeg atau persisten. Oleh karena itu, jika ada waktu maka kita bergerak dari satu ruang/space ke ruang lain yang baru, seperti sebuah "pernikahan semesta". QS Al Ashr dan Al Mukminun, “wal ladzina hum anil lagwi mu'ridun”, itu terkait dengan akad kita dengan waktu. Semoga kita bisa senantiasa menjadi sepasang pengembara dalam mengemban misi “litaskunu ilaiha”, yang menghadirkan ketentraman dalam suatu ikatan cinta yang bersifat “litasta'iffu biha”, sehingga damai dan tenanglah dunia dalam pusar pikir yang membawa zikir hadir dalam ruang hidup selama menjalani takdir waktu.
Satu jalan maju bernama waktu di jalan hidup dengan ruang 3 dimensi yang mengenal panjang, lebar, dan tinggi yang bersatu dalam sirkuit melingkar dalam bentuk bola. Para fisikawan mendefinisikan ini sebagai model Calabi-Yau. Sementara dalam firman-Nya, Allah SWT menyampaikan bahwa ada 7 jalan langit yang dapat saja kita amati dari apa yang selama ini kita kenal dan tempati dalam hidup yang fana ini.
“Wa laqad khalaqnā fauqakum sab’a ṭarā`iqa wa mā kunnā ‘anil-khalqi gāfilīn”.
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit); dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (kami). (QS Al Mukminun : 17)
Sesungguhnya amatlah mudah bagi Allah, zat yang mengawali dan mengakhiri segalanya untuk menentukan nasib kita, termasuk mengubah musibah menjadi anugrah yang penuh berkah. Semoga kita tergolong menjadi hamba Allah yang senantiasa berfikir yang terbaik untuk meningkatkan ketaqwaan pada-Nya. Aamiin YRA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar