Bregasnews.com - “ Keberadaan suatu perusahaan atau industri tentu sangat diperlukan oleh negara dan masyarakat, karena disamping menunjang pembangunan ekonomi, perolehan pajak, dan juga penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat. Namun demikian dalam proses produksi seringkali menimbulkan limbah sisa hasil produksi yang harus dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika limbah tersebut tidak dikelola sesuai dengan ketentuan, maka bisa menimbulka pencemaran lingkungan yang tentu bisa berdampak kerugian pada banyak pihak “, demikian komentar singkat Komisioner Kompolnas RI Dede Farhan Aulawi ketika dimintai tanggapannya melalui sambungan seluler terkait banyaknya dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan di beberapa daerah, Selasa (11/2).
Kemudian ketika ditanya lebih lanjut mengenai ketentuan perundangan yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan, Dede menjelaskan bahwa peraturan yang menyangkut pencemaran lingkungan hidup sudah diatur oleh Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”). Dimana UU mendefinisikan tentang pencemaran lingkungan hidup sebagai masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Jadi setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta melakukan pemulihan lingkungan hidup, yang dilakukan dengan cara, (1) pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat, (2) pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, (3) penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, dan /atau (4) cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemudian terkait dengan pemulihan fungsi lingkungan hidup, harus dilakukan dengan tahapan, (1) penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar, (2) remediasi (upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup), (3) rehabilitasi (upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem), (4) restorasi (upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula), dan/atau (5) cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan demikian, maka apabila ada perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan, ia harus melakukan penanggulangan pencemaran. Caranya adalah dengan memberikan informasi peringatan pencemaran kepada masyarakat yang dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan adanya masyarakat yang terpapar pencemaran, misalnya meminum air yang sudah tercemar. Di samping itu, perusahaan juga wajib melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang terjadi pada daerah itu.
Bilamana pencemaran lingkungan yang dimaksud mengakibatkan kematian dan/atau menimbulkan kerugian materiil, misalnya ikan atau tanaman milik masyarakat pada mati, maka ada beberapa ancaman pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan sesuai ketentuan yang diatur dalam UU PPLH. Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbahnya maka bisa diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH.
Menurut Pasal 60 UU PPLH, “ Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin “. Kemudian Pasal 104 UU PPLH, “ Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) “. Yang dimaksud dengan dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. Ujar Dede.
Sebenarnya, selain pidana karena pembuangan limbah, ada beberapa pidana lain yang bisa dikenakan kepada perusahaan, misalnya (1) Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan sengaja melakukan perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati maka diancam pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp. 5 miliar dan paling banyak Rp. 15 miliar, kemudian (2) Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3 miliar dan paling banyak Rp. 9 miliar.
Lalu jika tindak pidana lingkungan hidup ini dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada (1) badan usaha, dan/atau (2) orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
“ Jadi jika terdapat dugaan pencemaran lingkungan oleh suatu perusahaan, sebaiknya masyarakat secara aktif melaporkanya ke aparat penegak hukum untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut ada atau tidaknya perkara pidana atas laporan tersebut. Jika terbukti ada, tentu harus ada proses pebegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Jadi masyarakat tidak boleh bertindak sendiri “, demikian kalimat penutup yang disampaikan oleh Dede sebagai pamungkas percakapan sore hari.(tm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar