Bregasnews.com - Salah satu
minuman beralkohol paling legendaris yang hanya bisa didapatkan di Kota
Semarang adalah Cong Yang. Selain terkenal kental, segar, hangat dan
menghantam, sekali tenggak dijamin langsung kewer. Meski khas dan terkenal,
tapi tak banyak yang mengetahui siapa sosok penting di balik produksi Cong
Yang?
Kakek itu biasa disapa Kong
Tiong. Dia adalah pewaris generasi peracik obat berdarah Tionghoa yang menetap
di Kota Semarang. Dari tangan dingin Koh Tiong inilah, Cong Yang melegenda
hingga sekarang. Bagi sebagian orang menyebut Semarang adalah Kota Cong Yang.
Minuman ini mulai beredar sekitar 1980-an silam.
Kali pertama diproduksi di sebuah
rumah, tepatnya di sebelah Klenteng Siu Hok Bio yang berada di Jalan Wotgandul,
kawasan Pecinan Semarang. Berdasarkan seorang sumber SN, yang mengaku pernah
bekerja menjadi karyawan di rumah produksi Cong Yang, mulanya Cong Yang
merupakan evolusi dari minuman beralkohol A Djong. Di era 1970-an, merk A Djong
ini terkenal di Semarang dengan istilah Ndoyong Ajong. Minuman berkadar alkohol
35 persen yang moncer kala itu.
“Tapi A Djong meredup. Lambat
laun tidak laku. Muncullah inovasi baru Cong Yang di 1980. Pembuatnya sama
yakni Koh Tiong di Wotgandul,” kata sumber itu.
Distribusi Cong Yang awalnya
dikemas menggunakan besek terbuat dari bambu. Di dalamnya diberi pengaman dari
dami atau pohon padi yang sudah kering agar botol tidak mudah pecah bila
terbentur.
Di kemasan botol tertulis Cong
Yang dengan gambar loggo anak kecil diapit raja dan ratu. Minuman ini diracik sebagai
minuman kesehatan dengan khasiat khusus kejantanan. Tetapi pada 1985, simbol
itu diganti tiga dewa, hingga berubah lagi menjadi Tiga Orang hingga sekarang.
Koh Tiong merupakan salah satu
penerus generasi dari keluarga A Djong, seorang suhu ternama yang mengusai ilmu
kungfu nomor wahid di zamannya. Sekaligus adalah master peracik minuman
tradisional. Konon, A Djong pernah memenangi kejuaraan kungfu gaya bebas di
daratan Baligay Tiongkok selama tujuh kali berturut-turut.
Atas sepak terjangnya, dia menerima
penghargaan rompi Fu Bei Sam yang terbuat dari kulit macan. Dikisahkan, selama
27 tahun ia digembleng ilmu kungfu di Tiongkok. A Djong kemudian dipanggil oleh
orang tuanya yang menetap di Semarang. Ia diminta pulang agar segera menikah
dengan seorang gadis tetangga bernama Auw Yang Ien Nio, warga Kampung Gabahan
Lengkong Buntu Semarang.
A Djong yang juga memiliki
keahlian meracik obat-obatan tradisional ini kemudian memproduksi minuman
beralkohol yang diberi nama A Djong tersebut. Tentu saja, sejarah Cong Yang tak
terlepas dari A Djong. Saat ini, produksi Cong Yang dilakukan di kawasan
Lingkungan Industri Kecil (LIK) Gang 4 Jalan Industri 4 – C nomor 10-11,
Kaligawe Semarang. “Itu perusahaan keluarga di bawah PT Tirto Waluyo. Dulu
memang ada masalah intern keluarga sehingga namanya berubah,” kata sumber itu.
Varian lain hasil produksi
perusahaan ini di antaranya Anggur Kolesom Cap Orang Tua, Malaga, Mension,
Vodka, dan Anggur Beras Kencur. Menurut sumber tersebut, sejak awal, perusahaan
ini telah memiliki izin produksi. Tetapi baru menggunakan Cukai resmi mulai
2005 silam.
Komposisi Cong Yang sendiri
merupakan fermentasi beras putih, gula pasir, spirit, aroma, pewarna makanan
Karmoisin CI No 14720, Tartrazin CI No 19140 serta Brilliant Blue CI No. 42090.
Saat ini ada dua kemasan yakni botol kecil dikenal Tolik (Botol Cilik) dan
Tolde (Botol Gede).
Di atas tutup botol terdapat
tulisan cukai MMEA DALAM NEGERI gol.B>5% s.d 20 %. DilengkapiBPOM.RI.MD
100211026009 netto 330 ml. Hanya saja, kemasan ini tidak memuat label Departemen
Kesehatan dan Label MUI.
Meski laris manis, produksi Cong
Yang saat ini, telah dibatasi yakni setiap hari memproduksi 1.000 dus. Setiap
satu dus berisi 24 botol. Kemasan dus tersebut kemudian diedarkan melalui
distributor.
Harga bakul saat mengambil di
distributor berkisar Rp 600-650 ribu per dus. Kemudian dijual eceran per botol
seharga Rp 28 ribu hingga Rp 35 ribu. Tetapi kalau di tempat hiburan malam
seperti di tempat karaoke bisa mencapai Rp 100 ribu per botol kecil.
Wilayah edarnya, batas paling
barat yakni di Mangkang, batas timur di Mranggen Demak. Sedangkan di wilayah
selatan di Banyumanik. Penyebarannya di warung-warung tradisional. Sedangkan di
daerah Bandungan sebenarnya bukan wilayah edat. Akan tetapi di daerah tersebut
di-stok oleh penjual.
Cong Yang ini pada awalnya
merupakan minuman kesehatan. Khususnya kejantanan atau keperkasaan bagi lelaki.
Namun demikian ada takaran khusus yakni 1 sloki (gelas kecil). Tidak boleh
melebihi dosis. Jika melebihi dosis, maka yang terjadi adalah memabukkan. “Tapi
dalam perkembangannya malah justru disalahgunakan oleh pembeli minuman untuk
mabuk-mabukan. Mereka malah sengaja pesta miras tanpa ada takaran,” katanya.
Tertulis peringatan di botol
kemasan “usia di bawah 21 tahun dan wanita hamil dilarang mengonsumsi”.
Sebenarnya, minuman ini bukan untuk mabuk-mabukan. Tetapi penggunaannya
bergeser, dari minuman kesehatan menjadi minuman pesta miras. “Ini minuman
legal. Tetap harus ada takaran untuk mengonsumsinya,” katanya.
Jika takaran minum Congyang ini
sesuai aturan, khasiatnya bisa membuat otot dan saraf rileks dan peredaran
darah lancar. Namun jika berlebihan bisa memabukkan hingga hilang ingatan.
Bahkan jika overdosis ataupun dioplos dengan minuman lain bisa membahayakan
nyawa. Sampai sekarang, Cong Yang ini menjadi minuman khas asli Semarang.
Bahkan artis-artis ibu kota yang singgah di Kota Semarang tak jarang ketagihan
memesan Cong Yang. Nara sumber:
Amartha/Daniel. (Agung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar