Bregasnews.com - " Pada dasarnya setiap hari kita senantiasa dihadapkan pada berbagai pilihan. Baik dalam tataran strategis, operasional maupun taktis. Artinya setiap hari otak disuruh bekerja tanpa berhenti, bahkan saat bermimpi sekalipun. Itulah beban kerja otak, sehingga semakin tinggi pangkat atau jabatan seseorang maka beban berfikirnya akan semakin berat. Disinilah pentingnya agar kita mampu merawat kesehatan dan kebugaran otak agar mampu berfikir secara prima setiap saat ", ujar Pemerhati KESEMAPTAAN FIKIRAN Dede Farhan Aulawi di Bandung, Selasa (9/1).
Hal tersebut ia sampaikan dalam obrolan santai di sebuah cafe di jl. Setiabudi, Bandung. Menurutnya, salah satu faktor terpenting untuk menjaga stamina otak ini adalah jaminan kecukupan suplai oksigen terhadap otak guna memenuhi respiratori sel di mitokondria. Dengan demikian seni, teknik dan metode pernafasan menjadi penting untuk dipahami, mulai dari pernafasan normal/ pernafasan dada, pernafasan perut dan pernafasan diafragma. Inilah yang menjadi dasar seni berlatih kesehatan fikiran yang disebut dengan KESEMAPTAAN FIKIRAN. Jadi setelah mengenal istilah Kesemaptaan Fisik, maka selanjutnya dikenal istilah Kesemaptaan Fikiran. Latihan ini dibutuhkan pada setiap orang yang merasa beban fikirannya semakin berat. Jika fikiran kita merasa lelah karena banyaknya beban masalah yang harus difikirkan, maka otomatis fisik dan psikis juga akan merasakan lelah.
" Apalagi jika tidak terlatih, maka fikiran kita seringkali terjebak di area bias destruktif, yaitu memposisikan pola fikir yang keliru tapi merasa benar karena tidak menyadarinya. Terutama dalam konteks “Fairness dan Similarity”. Bias ini sangat kental terjadi karena sifat otak emosional (limbic system) manusia yang secara bawah sadar adalah komparasional dengan keadaan ", tambahnya.
Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa nilai fairness yang dinilai oleh otak kita adalah apa yang kita dapatkan dibandingkan dengan yang orang lain dapatkan. Misalnya kita mendapatkan bonus akhir tahun yang lebih besar dari tahun sebelumnya, tentu akan merasa dan gembira dengan hal tersebut . Namun itu semua bisa berubah menjadi sensasi kesedihan atau kekecewaan manakala mengetahui bahwa rekan kerja yang lain dinilai mendapatkan bonus yang lebih besar lagi. Jadi kebiasaan untuk membandingkan rejeki kita dengan orang lain, pada akhirnya dinilai sebagai faktor internal yang bisa merusak suasana hati dan fikiran. Bahkan bisa terjadi perubahan fundamental, dari yang tadinya SYUKUR menjadi KUFUR.
Disinilah terjadi sensasi “Perceive Ancaman” yang disebabkan “unsimilarity” reward dengan kolega, bisa merusak rasa syukur dan bahagia, menjadi kufur dan gelisah. Kemudian apa yang bisa dilakukan sementara semua ini terjadi di level berpikir bawah sadar ?
Untuk itu, bersama ini disampaikan beberapa tips yang bisa dilatihkan agar tidak mudah terjebak dengan bias destruktif ini, yaitu :
1. Sadari bahwa apa yang kita rasakan adalah bias. Menyadari bahwa kita ini tidak sadar. Jadi bisa meningkatkan awareness.
2. Stop reacting dan gives time to reflect the consequences dari merespon langsung. Self talk “gimana kalo saya salah”
3. Gunakan hati nurani dan spiritual values sebagai compass untuk merespon keadaan/situasi. “Manusia yang beruntung adalah yang hari ini lebih baik dari kemarin” bukan yang hari ini lebih baik dari yang lain.
4. Proceed : merespon situasi dengan tanggung jawab (Responsibility —> response ability)
" Dengan demikian untuk memahami kompleksitas otak dan pola fikirnya agar bisa dalam kondisi sehat dan prima, maka membiasakan berlatih olah fikir dan olah nafas menjadi sangat penting. Dengan motto, " Salam Sehat, Salam Cerdas, Berfikir Kritis Membangun Bangsa ". Itulah jargon ketangguhan olah fikir dalam KESEMAPTAAN FIKIRAN ", pungkas Dede menutup obrolan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar