Bregasnews.com - “ Perbincangan masyarakat akhir – akhir ini banyak yang mengarah para terminologi berbau digital. Baik itu digital technology, digital economy, digital leadership, dan berbagai digital – digital lainnya. Dalam konteks kepemimpinan kontemporer tentu hal ini harus disikapi penuh antisipasi, yaitu kemampuan adaptasi manusia terhadap fundamental perubahan yang terus mengarah pada sistem digitalisasi. Oleh karena itu berbagai tema kepemimpinan, harus menyentuh konsep dasar dan pengembangan sistem kepemimpinan digital agar mampu melahirkan kader – kader pemimpin yang piawai dan mampu beradaptasi lebih cepat di tengah pesatnya kemajuan digital “, ungkap Konsultan SDM Dede Farhan Aulawi di Bandung, Jum’at (7/1).
Menurutnya era disrupsi saat ini banyak ditandai dengan pesatnya perkembangan digitalisasi yang memunculkan beragam inovasi dan perubahan besar secara fundamental mengubah sistem tatanan dan lanskap yang ada ke cara baru. Terlebih sejak munculnya awal pandemi covid 19, mau tidak mau, siap tidak siap, akhirnya masyarakat “dipaksa” oleh keadaan untuk cepat beradaptasi dengan teknologi dan aneka perubahan lainnya. Implikasi dari perubahan tersebut tidak hanya berdampak pada individu per individu semata, tetapi secara otomatis juga akan berdampak pada organisasi, baik organisasi publik maupun privat di seluruh dunia untuk melakukan perubahan yang dapat dimulai dari titik kepemimpinan digital.
“ Dalam konteks nasional, penyiapan kader – kader kepemimpinan yang memiliki kompetensi di bidang Digital Leadership menjadi sangat penting, karena kepemimpinan digital ini merupakan kunci keberhasilan dalam percepatan transformasi digital nasional. Oleh karenanya setiap pemimpin semakin dituntut untuk memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang tangkas dan relevan dengan perkembangan era digital “, ungkapnya.
Kepemimpinan digital akan mampu menstimulasi pemikiran-pemikiran segar, dinamis, dan visioner, serta kesempatan untuk berinteraksi dan bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam ekosistem digital nasional maupun global. Konsep – konsep futuristik tidak sekedar diterjemahkan dalam konteks imajinasi hiburan, tetapi benar – benar menjadi kebijakan strategis dalam mengantisipasi aneka perubahan lima sampai 25 tahun yang akan datang. Grand strateginya harus dimanifestasikan ke dalam tanggung jawab program dari masing – masing kementerian dan lembaga, sampai ke dinas – dinas kabupaten / kota, bahkan sampai tingkat desa / kelurahan.
Dalam pandangan Dede, konsep besar tersebut harus mampu diterjemahkan oleh dan sampai level pengambil kebijakan di tingkat bawah. Setidaknya ada empat tantangan bagi para pembuat kebijakan di era kepemimpinan digital, diantaranya mendorong transformasi digital sebagai perubahan cara hidup baru, memfasilitasi tata kelola e-government dan bisnis digital, menyusun kebijakan atau legislasi untuk mendukung transformasi digital, serta meningkatkan kinerja melalui penyiapan dan pengembangan SDM di bidang digital. Inilah 4 tantangan fundamental yang harus melandasi peta jalan sebuah kebijakan yang akan diambil. Peta jalan tersebut dirancang untuk diimplementasikan pada empat sektor strategis, seperti Infrastruktur Digital (Digital Infrastructure), pemerintahan Digital (Digital Governance), Ekonomi Digital (Digital Economy) dan Masyarakat Digital (Digital Society).
“ Untuk menjamin pencapaian apa yang diharapkan di atas, tentunya dibutuhkan komitmen yang tinggi dari pimpinan, perencanaan pembangunan teknologi informasi yang berkesinambungan, penyusunan regulasi yang adaptif dengan perkembangan jaman, pembangunan SDM khususnya yang berkualifikasi teknologi dan informasi (TI) agar mempunyai kompetensi dan berkinerja tinggi dan dukungan yang optimal dalam peningkatan kapasitas satker yang mengemban tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi. Dengan demikian, marilah kita dorong agar Pemerintah di semua tingkatan mampu mewujudkan birokrasi berkelas dunia dengan pemanfaatan teknologi informasi secara optimal untuk mendukung tercapainya kesejahteraan rakyat “, tambah Dede.
Secara teoritis, digital leadership atau yang dikenal juga dengan sebutan e-Leadership merupakan kepemimpinan digital yang timbul akibat dari berkembangnya lingkungan berbasis elektronik atau e-Environment. Terdapat empat karakteristik yang membedakan kepemimpinan biasa dengan e-Leadership.
Pertama, terkait dengan kemampuan komunikasi, dimana digital leader telah mampu berkomunikasi secara efektif menggunakan perangkat media sosial dan instrumen digital lainnya untuk terus terkoneksi dengan anggota di dalam maupun luar organisasi.
Karakteristik kedua, digital leader harus mampu memiliki kemampuan berpikir dan bekerja sama tanpa adanya batasan waktu, ruang, dan rintangan budaya dimana pengawasan dan interaksi tatap muka tidak lagi diperlukan.
Karakteristik ketiga, digital leader juga harus memiliki kemampuan dalam memantau dan mengelola pekerjaan dengan efektif secara virtual. Sering diistilahkan digital monitoring dan evaluating. Waktu dan biaya yang digunakan akan lebih efisien dan efektif.
Karakteristik keempat, adalah kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan teknologi. Pesatnya perkembangan teknologi menuntut penyesuaian perubahan yang berjalan dengan cepat agar tujuan organisasi dapat tetap tercapai. Digital leader harus dibentuk dengan pola pikir dan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan untuk menjaga hubungan antar-anggota dan antar-tim. Suatu tantangan tersendiri juga bagi digital leader untuk mengelola generasi yang berbeda, generasi milenial dan baby boomers dalam satu organisasi agar tujuan organisasi dapat tetap tercapai.
Mengakhiri perbincangan, Dede menyampaikan, “Kemampuan beradaptasi dengan perubahan teknologi digital dapat dilakukan dengan empat tahap. Pertama, kesadaran atau awareness untuk melakukan perubahan dengan memahami teknologi. Tahap kedua, menyusun strategi dan rencana aksi terkait dengan teknologi yang cocok untuk digunakan dalam proses transformasi digital. Tahap ketiga, memiliih sumber daya manusia yang tepat untuk menyukseskan perubahan teknologi yang dilanjutkan dengan perubahan budaya kerja berbasis teknologi. Tahap keempat, adalah perubahan digital yang dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan menumbuhkan budaya inovasi dan kolaborasi dengan berbagai komunitas digital lainnya “. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar