Bregasnews.com - “ Musibah yang terjadi atas hilang kontak atau tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 seyogianya menjadi perhatian bersama untuk melakukan audit komprehensif terhadap seluruh alutsista yang dimiliki oleh Indonesia. Audit tidak bertujuan untuk mencari siapa yang salah, namun lebih menekankan pada upaya untuk mencari akar penyebab kejadian sehingga kita bisa melakukan pencegahan agar kejadian yang sama tidak terulang kembali. Di samping kita juga tentu harus terus mendukung upaya pencarian dan pertolongan yang sedang dilakukan oleh Pemerintah dan jajarannya, serta turut mendo’akan agar seluruh awak berhasil ditemukan dalam keadaan selamat. Aamiin YRA “, ujar Pemerhati Teknologi Hankam Dede Farhan Aulawi di Bandung, Jum’at (23/4).
Terkait dengan hal tersebut juga mulai santer dorongan peremajaan alutsista, karena sebagaimana diketahui bahwa KRI Nanggala 402 ini merupakan kapal selam buatan Jerman yang mulai diproduksi tahun 1979 dan diserahkan ke Indonesia tahun 1981. Artinya usia kapal selam ini sudah hampir 40 tahunan. Usia ini dinilai sudah sangat tua oleh beberapa kalangan, namun mereka juga menyadari akan kemampuan keuangan negara yang masih sangat terbatas, sehingga melakukan peremajaan secara keseluruhan tentu bukan perkara yang mudah.
Selanjutnya Dede juga menyoroti terkait dengan ketersediaan anggaran untuk perawatan alutsista ini, karena menurutnya seringkali kita fokus dengan alokasi anggaran pembelian tetapi agak melupakan alokasi anggaran untuk perawatan. Alokasi anggaran perawatan ini jangan hanya terbatas di perawatan perbaikan (corrective maintenance) saja, tetapi juga alokasi anggaran perawatan pencegahan (preventive maintenance)-nya. Hal ini bisa dilakukan dengan merujuk pada maintenance manual yang dikeluarkan oleh masing – masing pabrikan biasanya secara lengkap mengeluarkan maintenance instruction yang berkaitan dengan apa yang harus dirawat, bagaimana cara melakukannya, komponennya apa saja dan interval waktunya seperti apa. Ini semua bisa di breakdown menjadi maintenance budget yang bisa dihitung secara terperinci dan detail, sehingga kebutuhan anggaran yang sesungguhnya akan bisa terdeskripsikan dengan jelas. Apalagi jika menerapkan konsep predictive maintenance atau Total Productive Maintenance. Ungkap Dede.
Kemudian ia juga menambahkan tentang penerapan Safety Management System dan quality system-nya. Ini menyangkut kontrol keberfungsian seluruh instrumen keselamatan, baik dari perspektif sistem, perencanaan, pelaksanaan dan kelengkapan peralatan yang diperlukan. Salah satu contoh dalam kasus di atas, nampaknya sistem elektronik dan sistem komunikasinya tidak berfungsi dengan baik. Hal ini tentu perlu diteliti lebih dalam lagi agar akar masalahnya bisa diketahui. Dengan mengetahui akar masalah, maka penentuan langkah – langkah perbaikan dalam rangka mencari solusi yang terbaik bisa direncanakan.
“ Dalam konteks ini, jika diperlukan oleh negara saya siap membantu TNI untuk membuat perencanaan dan pelaksanaan Audit Komprehensif terhadap alutsista kita, agar mengetahui secara pasti keberfungsian alutsista yang dimiliki. Hasil audit tentu bukan untuk konsumsi publik, tetapi terbatas untuk Pemerintah sehingga mampu membuat perencanaan dan kebijakan yang sesuai “, pungkas Dede.(red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar